Sabtu, 10 Juli 2021

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

 

Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang bernama Matalir. Ia sempat melarikan diri menuju Dubai dengan transit di bandara Abu Dhabi. Ketika sampai di bandara tersebut, ia bertemu dengan sosok wanita berpakaian busana khas Arab dengan warna hitam panjang. Seketika laki-laki tersebut terpesona akan keindahan tubuh dan parasnya sehingga ia larut di dalamnya. Syaila namanya, perempuan yang mampu menghipnotis Matalir dan menyadarkan ia akan hal yang dilakukan sebelumnya. Seakan Syaila adalah sebuah petunjuk kiriman Tuhan untuk mengantarkan Matalir padda proses hukum. Ditunjukkan pada cerita ketika Syaila mengajak dan memberi suatu pesan kepada Matalir untuk mengikutinya, Langkah demi langkah ia jalani. Sampai pada akhirnya Syaila mengantarkan Matalir dan menyadarkan pada kenyataan bahwa nyawa kedua istri dan keempat anaknya sedang terancam disana. Bergelantung dengan jeratan leher dan kakinya menggantung seperti kepompong.

Dari cerpen “Sorot Mata Syaila” tersebut, penulis membawakan pesan bahwa setiap tindakan manusia pasti mendapatkan balasannya. Sebab itulah peringatan kepada kita bahwa setiap kejahatan yang dilakukan tidak dibiarkan begitu saja, pasti ada perhitungannya. Yaitu sebuah balasan yang setimpal dengan kejahatan yang ia lakukan. Baik balasan di dunia maupun di akhirat. sekecil apapun dosa yang diilakukan, pasti ada balasannya. Allah maha melihat dan hukum tetap berjalan sesuai ketentuan undang-undang.

Cerpen kedua yang berjudul “Sepatu Jinjit Aryanti”, menceritakan suatu peristiwa pembunuhan seorang petinggi yang semua saksi berada di tangan Aryanti, seseorang menyembunyikan Aryanti dari media.

Cerpen ketiga yang berjudul “Bamby dan Perempuan Berselendang Baby Blue”, menceritakan suatu peristiwa hasutan sebuah permasalahan antara Anik, Miske, dan Bamby yaitu antara hakim dengan pelapor. Disini menceritakan bahwa kecurangan seorang hakim yang menjual jabatan demi keuntungan pribadi tanpa memperhitungkan orang lain. Seharusnya seorang hakim harus bersifat adil, bukan untuk menipu.

Cerpen keempat yang berjudul “Tahi Lalat”, menceritakan suatu tokoh pak lurah, istri, dan warga dalam kehidupannya. Pusat perhatian terletak pada istri pak lurah yang sedang digunjing warganya karena didapati sebuah tahi lalat di sebelah kiri dadanya. Dari kalangan anak kecil hingga dewasa mengetahui aib istri pak lurah tersebut. Sampai-sampai anak kecilpun berani menggambarkan secara fisik di atas lembar bahwasannya terdapat titik hitam di dada perempuan yang ia sebut sebagai bu lurah.

Dari cerpen “Tahi Lalat” tersebut, masyarakat sangat berani dalam mengkritik pejabat pada permainan politik dan penipuan rakyat demi keinginan pribadi yang menggebu-gebu. Terkait kalimat pertama yang menuliskan “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” mampu membuat pembaca merasa penasaran dengan gaya bahasa yang sedikit ambigu untuk dimaknai. Hal itu didukung dengan adanya pergunjingan warga yang mengatakan “Tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri”. Siapa sangka bahwa maksud dari pergunjingan itu mengarah pada aib yang dimiliki oleh Pak Lurah beserta istrinya. Semua kalangan baik anak-anak sampai orang dewasa tahu bahwa aib apa yang sudah dilakukan keduanya. Warga pun merasa geram dengan tindakan dan kebijakan pemerintah yang seharusnya memakmurkan masyarakat akan tetapi malah menghancurkan nasib dengan menjual tanah guna untuk dijadikan perumahan. Seharusnya pemerintah sadar akan keperluan dan kebutuhan untuk mencukupi pangan masyarakat. Hal itu mungkin bisa diwujudkan dalam pengembangan lapangan pekerjaan, menjadikan tanah sebagai ladang persawahan, membuat program kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Tapi mengapa tidak pernah berniatan seperti itu? Yang ada hanyalah menghabiskan uang rakyat dan menyesengsarakannya. Janji-janji yang dilontarkan hanya omong kotor namun tidak bisa dipungkiri, pejabat lebih berwenang.

Cerpen kelima yang berjudul “Jangan ke Istana Anakku”, menceritakan suatu peristiwa sebuah keluarga yang mempunyai anak yang ingin pergi ke sebuah istana. Namun bapaknya melarang karena suatu hal. Bapaknya melarang karena memiliki alasan bahwasannya pernah diperlakukan tidak baik disana, sehingga semua itu tidak mau terulang pada anak kesayangannya.

Setelah menjabarkan bagaimana kelima cerpen karya M. Shoim Anwar tersebut, menurut saya penulis hanya mengusung satu tema yang menjadikan perempuan sebaggai tokoh utamanya. Kebanyakan pria akan terpengaruh oleh tubuh wanita, bukan karena dia telanjang, tetapi jika hati wanita sama dengan pikiran pria, maka seluruh tubuh wanita yang terbungkus kain tebal dapat membuat pria mengambil napas. Jadi apa alasan orang melakukan kejahatan? Setiap orang memasuki pintu kehidupan melalui wanita. Kebanyakan orang hidup dalam rahim wanita selama sembilan bulan. Ketika benih jantan membuahi sel telur betina, kehidupan lahir. Di sinilah keajaiban yang sebenarnya terjadi. Perempuan selalu menjadi korban dan penindasan sebagai takdir. Seakan-akan menjadi perempuan itu sebuah dilema sepanjang kenangan. Kita perlu mendorong kebebasan kaum perempuan.

Penggambaran perempuan pada kelima cerpen tersebut sangat berkaitan erat. Berawal dari sebuah cerpen berjudul “Tahi Lalat” yang membuat geger warga akan tahi lalat yang ada di dada sebelah kiri bu lurah yang menyatakan sebuah aib bu lurah istri pak lurah. Kemudian berlanjut pada cerpen yang berjudul “Sepatu Jinjit Aryanti” yang menyembunyikan sosok Aryanti sebuah kasus pembunuhan. Lalu berlanjut pada cerpen berjudul “Bamby dan Perempuan Berselendang Baby Blue” dengan sebuah hakim yang tidak bijak. Hingga sosok Matalir yang disadarkan oleh perempuan Bernama Syaila pada cepen “Sorot Mata Syaila” sehingga mampu tersadar akan kesalahannya. Dan pada cerpen berjudul “Jangan ke Istana Anakku” dengan penggambaran bapak yang sangat saying terhadap anaknya. Jika sudah berhubungan dengan wanita, orang akan dibutakan dan ditulikan.

 

Sekian dan terima kasih.

Selasa, 29 Juni 2021

Puisi “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” Karya Taufiq Ismail

 

Dr. Seno Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum. Lahir di BostonAmerika Serikat19 Juni 1958 adalah seorang penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama MalamWisanggeni—Sang BuronanSepotong Senja untuk PacarkuBiola tak BerdawaiKitab Omong KosongDilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja. Salah satu karyanya yang hendak dikupas ialah puisi yang berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”.

Sebuah puisi yang menceritakan tentang ketidakbijakan pemerintah dalam mengatur hukum dan keadilan di negara Indonesia. Tergambarkan dengan 2 perbandingan negara yaitu Amerika Serikat dengan Indonesia. Banyak sekali terlintas perbedaan yang cukup besar dan sangat membuat negara Indonesia jatuh tersungkur atas kepemimpinannya. Puisi yang terdiri dari 4 bagian dengan kepadatan kata maupun kalimat seolah memang sudah terjadi kenyataan di negara sendiri. Dua tokoh yang disebutkan yaitu anak lokal dan anak luar negeri dengan nasib berbeda karena perbedaan wilayah pemerintahan.

Pada bait pertama, berawal dari tokoh utama (aku) yang sangat bangga menjadi anak revolusi kemudian tertindas dengan keadaan negeri yang semakin gila. Sedangan seorang tokoh Thomas Stone kini menjadi orang yang berendidikan tinggi dengan pensiunan perwira tinggi membuat tokoh (aku)semakin merunduk akan prestasinya. Kemudian pada bait kedua dijelaskan bahwasannya tokoh (aku) mulai bergejolak akan kekacauan yang meraja lela di negeri snediri, hukum yang tak adil membuat masyarakat sengsara dan menyesali diri dengan keputus-asaan dan berkata “malu aku jadi orang Indonesia.  Pada bait ketiga, tergambar jelas ketidak adilan dan deskriminasi terjadi oleh pemerintah kepada masyarakat untuk menentukan kebijakan tanpa mempertimbangkan sebab dan akibat yang terjadi setelahnya. Hak masyarakat dalam menerima keadilan dan keamanan seolah-olah direnggut oleh pembesar. Keputusan pengadilan dijadikan penyalahgunaan kekuasaan dalam memimpin. Lemahnya penegakan hukum sehingga membuat jatidiri tokoh (aku) hilang.

Puisi tersebut sangat sesuai dengan keadaan sekarang, walaupun sudah tertulis dari beberapa tahun yang lalu. Rangkaian kata dan kalimat yang mudah dipahhami mampu membuat orang awam senang untuk membacanya. Topik politik sesuai jika diperbincangkan saat ini karena sedang lagi hangat-hanyanya ketidakadilan dalam pemerintah.

Untuk melihat dan mengunduh puisi yang berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang IndonesiaTaufiq Ismail, dapat diakses di laman berikut ini: http://kepadapuisi.blogspot.com/2013/07/malu-aku-jadi-orang-indonesia_295.html

Minggu, 27 Juni 2021

Cover Lagu Anak Bangsa "Mama Papa Larang"

 

Saat ini saya akan mengulas sebuah cover video clip karya anak bangsa, tentunya cover dari mahasiswa Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Angkatan 2014. Salah satu dosen di Universitas tersebut yaitu M. Shoim Anwar memotivasi dan mendorong mahasiswanya untuk berkreasi dan menghasilkan suatu karya melalui mata kuliah yang diajarkan. Dosen yang terkenal sebagai sastrawan yang nyentrik itu mampu menjadikan suatu karya sastra yang dapat dinikmati semua orang. Selain menciptakan puisi dan cerpen yang diterbitkan dalam bentuk buku, mahasiswa beliau diharuskan lebih kreatif lagi dalam bidang musik di era yang modern saat ini. Seperti membuat cover lagu yang berjudul “Mama Papa Larang” yang dipopulerkan oleh Judika, seorang penyanyi top di Indonesia.

Lagu tersebut dicover lipsinc dan direkam ulang dengan 3 tokoh atau peran, yaitu Alfian sebagai laki-laki, Masnah sebagai anak perempuan, dan Lintang sebagai ibu dari Masnah. Video tersebut menceritakan seorang anak perempuan dan laki-laki yang sedang jatuh cinta lalu diketahui oleh ibunya sehingga mereka berdua tidak direstui. Kemudian perempuan itu pergi dari rumah, lalu laki-laki tersebut mengajaknya untuk pulang kembali ke ibunya. Sehingga orang tua tersebut berterima kasih ke anak laki-laki. Walaupun orangtua pihak perempuan tidak merestui, laki-laki tersebut tetap bersikeras untuk tetap mencintainya. Pembawaan dan penghayatan yang dilakukan oleh Alfian dalam bernyanyi, mampu menghipnotis pendengar atau penikmat untuk larut dalam lagu dan alur video tersebut. Suatu apresiasi yang luar biasa untuk pembuat cover sehingga dapat say aulas saat ini.

Makna dari lagu tersebut sangat menyedihkan dikarenakan 2 insan yang saling mencintai namun tidak dapat restu dari orang tua. Orang tua memiliki pengaruh besar terhadap anak yang dibesarkan dan dirawatnya. Untuk itu anak harus nurut dan berbakti kepada orang tua sehingga mendaptkan restu apapun. Jika orang tua tidak memberikan restu pada hubungan anaknya, mungkin orang tua memiliki alasan yang kuat. Bisa jadi mereka memiliki pandangan yang lebih baik dari pandangan anaknya, mereka ingin anaknya mendapatkan pasangan yang bisa membahagiakan dunia dan akhirat. Namun tetap restu Allah terletak pada restu orang tua. Jadi kita berdoa semoga Allah meluluhkan hati orang tua kita untuk bisa menerimanya. Aamiin.

Jumat, 04 Juni 2021

Cerita Mistis "Setan Banteng" karya Seno Gumira Ajidarma

 

Dr. Seno Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum. Lahir di BostonAmerika Serikat19 Juni 1958 adalah seorang penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Salah satu karya beliau adalah cerpen yang berjudul “Setan Banteng”. Ditinjau dari judulnya saja, isi cerpen tersebut berupa cerita mistis. Sebutan “Setan Banteng” sudah merujuk pada roh jahat yang dilambangkan dari seekor banteng yang besar dan menakutkan karena tingkahnya. Penggambaran pada siswa tingkat SD tersebut tidak lazim untuk melakukan kegiatan permainan yang berhubungan dengan mistis seperti itu. Sebuah fenomena kenakalan remaja sejak dini yang dilakukan dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sorotan mata yang tajam dengan serudukan akibat roh yang memasuki anak tersebut sangat persis dengan tingkah banteng sebenarnya. Jika hal itu tidak dicegah oleh gurunya, mungkin anak tersebut tidak terselamtkan karena sudah diperbudak oleh jin.

Berdasarkan ulasan yang saya tulis, cerpen tersebut sangat mudah dipahami dan menarik perhatian pembaca karena bahasa yang lugas, jelas, dan sederhana. Seno Gumira Ajidarma menulis cerpen ini seperti kejadian mistis yang hampir menyerupai permainan di Indonesia yang diyakini mampu memanggil hantu atau roh halus, misalnya jailangkung yang bersifat supranatural. Memanggil roh yang dimasukkan pada media seperti kayu yang dibentuk seperti orang lalu kayu tersebut dapat bergerak.

 

Untuk melihat dan mengunduh cerpen "Setan Banteng" karya Seno Gumira Ajidarma, dapat diakses di laman berikut ini: (link:  https://lakonhidup.com/2018/12/22/setan-banteng/)

Minggu, 30 Mei 2021

"SAJAK PALSU" Agus R. Sarjono

Agus R Sarjono seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia dengan kelahiran 27 Juli 1962 di Bandung, Jawa Barat. Banyak karyanya yang dimuat di berbagai media yakni koran, majalah, dan jurnal baik negara Indonesia, Malaysia maupun Brunei Darussalam. Salah satu karyanya yang pernah dimuat adalah cerpen pilihan Kompas 2003 berupa esai yang diterbitkan dalam buku yaitu Bahasa dan Bonafiditas Hatu (2001). Maka tidak bisa dipungkiri bahwa ia berhak menerima sebuah kehormatan sebagai sastrawan Indonesia pertama yang tinggal dan menulis di rumah sastrawan besar Jerman peraih nobel sastra, Heinrich Boll atas undangan Heinrich Boll Stiftung. Selain penyair ia juga berprofesi sebagai pengajar di Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.


Sajak Agus R. Sarjono memiliki ciri khas dengan gaya pengucapannya yang berbicara hal politik, penggungkapannya menjadikan ia berbeda dengan sastrawan lainnya. Bagaimana tidak, bentuk protes kepolitikan dikemas dengan bahasa unik yang puitis. Salah satu puisinya yang berjudul “Sajak Palsu” karya Agus R. Sarjono mengungkapkan kehidupan masyarakat yang tidak terlepas dari kepalsuan dan kemunafikan. Terlihat jelas dengan banyaknya fenomena lirik puisi yang diistilahkan kepalsuan. Singgungan keras perkara kehidupan pada saat ini terhadap kebohongan-kebohongan yang dilakukan pemerintah, tokoh publik maupun masyarakat. Namun hal ini tidak bisa disamaratakan karena tidak semua melakukan hal itu.


Saya ambil kutipan lirik “Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu”. Saya ambil contoh pada tokoh seorang guru, saya pribadi kurang setuju dengan pernyataan tersebut bahwa guru sumber kepalsuan. Sebaiknya penulis tidak menyamakan semua guru, karena masih ada guru yang mengajarkan dan mendedikasikan dirinya dengan tulus ikhlas tanpa pamrih. Namun, disisi lain hal itu dapat menjadikan renungan untuk semua kalangan untuk membuktikan bahwa semua tokoh dapat mengharumkan negaranya sendiri. Kelebihan puisi tersebut sangat mudah dipahami dengan bahasa yang lugas dan jelas namun sangat bermakna.

Minggu, 23 Mei 2021

MENGULAS PUISI WIJI THUKUL

Sebuah perjuangan Politik seorang Wiji Thukul yang merebut sebuah kemerdekaan atas dirinya. Ia penggerak demokrasi. Seni sastra yang bernilai besar membuat penafsiran berbeda dengan lainnya. Kehidupan sehari-hari pada zaman itu ditransformasikan hingga menjadi kehidupan sekarang. Suara hati yang dinyatakan melalui puisi mampu dan mudah dibaca oleh semua kalangan dengan latar belakang berbeda.

Telah banyak puisi Wiji Thukul yang diketahui. Namun kali ini mengulas puisi beliau yang berjudul peringatan sebagai bentuk perlawan rakyat kepada pemerintahan.

Mengingatkan kepada kita para rakyat untuk berhati-hati dalam menyuarakan pendapat. Karena bisa saja kita akan dibungkam. Namun ketika usulan itu ditolak, maka kita tidak boleh ambil diam. Semboyan Wiji Thukul adalah "LAWAN"

Puisi kedua yang berjudul "Di bawah selimut kedamaian palsu" menyatakan kekecawaan Wiji Thukul atas apa yang dilakukan rakyat maupun pemerintah yang buta akan kenyataan. Sekolah tinggi namun tidak mampu untuk berpikir dalam memerdekakan negerinya.


Sabtu, 15 Mei 2021

SEBUAH DINAMIKA MENJEMPUT HIDAYAH DI BULAN RAMADAN DALAM MENYAMBUT IDUL FITRI

 

Pria kelahiran 24 Juni 1941 ini diberi gelar sebagai  “Presiden penyair Indonesia”. Menurut para seniman di Riau, kemampuan Soetardji laksana rajawali di langit, paus di laut yang bergelombang, kucing yang mencabik-cabik dalam dunia sastra Indonesia yang sempat membeku dan membisu setelah Chairil Anwar pergi.

Sebuah puisi karya Sutadji Calzoum Bachri yang berjudul “Idul Fitri” ini menggambarkan seorang yang sedang dalam keadaan bertaubat atas kebiasaan masa lalu yang kelam yaitu menjadi pemabuk. Dalam Islam, meminum minuman yang memabukkan adalah dosa besar. Khamr atau minuman keras (alkohol) merusak moral para peminum dan bahkan menjerumuskan mereka ke dalam kerusakan moral yang paling dalam karena alkohol benar-benar menghilangkan akal pikirannya. Kini ia mulai merasakan penyesalannya dengan cara bertaubat memohon ampunan dan memperbaiki diri secara terus menerus tanpa henti sebagai penebus dosa di masa lalunya. Rasa bersalah dan penyesalan muncul dari dalam dirinya sehingga menjadi proses evaluasi diri dan refleksi diri.

Indahnya suasana Ramadhan menjadi jalan hidayah yang dirasakan oleh seorang tokoh yang digambarkan pada puisi tersebut dengan menjalani kehidupan yang lebih baik di dunia ini dan di masa depan. Sholat malam, wirid siang malam, menanti malam lailatul qadar dengan hati ikhlas dalam usaha dalam mencapai kemenangan. Usaha yang tidak setengah-setengah mampu membuat ia sadar dan menyambut Idul Fitri dengan hati dan batin yang bersih. Ia berkeyakinan bahwa setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama dengan memastikan bahwa seluruh amal puasanya telah diterima oleh Allah, dan menjadi penghapus terhadap semua dosa yang ia lakukan sebelumnya, baik dosa besar maupun dosa kecil.

Dari puisi tersebut, banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah menjemput hidayah itu perlu untuk kembali ke jalan yang benar. Bahasa yang lugas, sederhana dan mampu dipahami semua kalangan menjadikan puisi tersebut menjadi suatu bentuk instropeksi diri kita semua. Sebuah judul “Idul Fitri” mungkin diambil sebagai bentuk penggambaran kemenangan seorang pemabuk yang bertaubat.

Jumat, 07 Mei 2021

Keterikatan 3 Puisi Karya Mashuri (Hantu Kolam, Hantu Musim, Hantu Dermaga)

Mashuri lahir di Lamongan pada tanggal 27 April 1976. Ia terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan tradisi dan agama. Mashuri lulus dari dua pesantren di kampung halamannya. Ia menyelesaikan studinya di Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selain kegiatan pendidikannya, Mashuri juga aktif di Komunitas Teater Gapus dan Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya. Puisi, cerita pendek, esai, novel, naskah drama, sejarah lokal dan penelitian ilmiahnya telah diterbitkan di banyak surat kabar. Pada tahun 2006, Mashuri memenangkan Lomba Menulis Roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Setelah bekerja sebagai jurnalis sejak 1999 hingga 2011, ia menjadi peneliti sastra di Pusat Bahasa Jawa Timur sejak 2006.

Pada ketiga karya Mashuri tersebut, dilihat dari segi judul sangat diyakini bahwa mempunyai kesinambungan antara puisi satu dan puisi lainnya. Seperti memiliki keterikatan cerita dalam bentuk beberapa episode. Namun Ketika kita membaca secara saksama, maka terlihat jelas perbedaan isi puisi yang terkandung, walaupun ketiganya mempunyai satu topik yaitu sebuah bayangan ratapan kesedihan. Berawal dari judul yang tertulis hantu yang dimaksud dari Mashuri bukanlah mengacu pada roh yang telah meninggalkan tubuh karena kematian. Sebelumnya saya jelaskan terlebih dahulu apa itu hantu dalam kenyataannya, sehingga kita bisa membedakan perbedaan hantu dalam kehidupan manusia dengan yang dimaksud pada puisi Mashuri tersebut. Memang pada dasarnya setiap agama, peradaban, dan adat biasanya mendefinisikan hantu secara berbeda. Dalam banyak budaya, hantu tidak didefinisikan sebagai zat yang baik atau jahat. Istilah seperti setan, iblis, dan genderuwo lebih umum digunakan untuk menyebut roh jahat. Hantu sendiri sering digambarkan sebagai zat mirip manusia, meskipun ada juga cerita tentang hantu binatang. Mereka diyakini tinggal di tempat, benda, atau orang tertentu yang terhubung dengan mereka selama hidup mereka.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Kolam, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kehidupan yang terbayang oleh masa lalu dan sulit untuk melupakannya. Seseorang yang meratapi kesedihan tergambarkan oleh penggalan larik puisi tersebut:

mataku berenang
bersama ikan-ikan

maksud dari larik tersebut ialah mataku yang berenang menggambarkan sebuah tangisan berlinang air mata yang keluar ketika berdiri di pinggir sungai sehingga diibaratkan mampu membuat ikan berenang. Tidak bisa dibayangkan sebesar mana tangisan itu. Pada penggalan tersebut:

, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap

Pikirannya terpenuhi dengan beban-beban kecil yang menumpuk sehingga menjadikan beban besar dan menggelapkan isi kepalanya. Kemudian maksud dari penggalan larik puisi tersseut adalah:

tak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

Seakan-akan tidak ada lagi yang mampu membangkitkan semangat hidupnya lagi karena masih teringat luka masa lalu yang melekat di hatinya. Seketika teringat kembali  masa lalu namun itu hanyalah sebuah kenangan semata. Tidak bisa diulang, hanya bisa dikenang.

Pada puisi tersebut terdapat sebuah majas personifikasi, yakni suatu penggambaran benda mati yang iibaratkan seperti manusia seperti pada penggalan lariik “mataku berenang
bersama ikan-ikan”.
Terlihat dari penggambaran gaya bahasa yang sedikit menyulitkan para pembaca untuk menafsirkan makna yang terkandung, dikarenakan tingkat gaya Bahasa yang tinggi. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Musim, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kenangan masa lalu yang mampu membangkitkan dan menjadikan keindahan sehingga ingin mengulang kejadian itu kembali. Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa yang sedikit menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna yang terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih sulit dipahami dari puisi yang pertama. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Terdapat juga kesalahan penulisan jika ditinjau dari segi tata Bahasa. Yakni, pada larik “kerna di situ, aku mampu mengenal kembali siku” kata “kerna” seharusnya tertulis “karena” atau mungkin bisa jadi terdapat unsur kesengajaan atau bahkan bisa jadi itu sebuah typo sang penuulis web.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Dermaga, sebuah puisi yang menceritakan sebuah perjuangan dalam kematiannya.  Hal ini ditandai dengan penggalan larik puisi:

serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

kematian bukan kehidupan yang berakhir, karena  masih ada kehidupan setelahnya.

Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa yang sangat menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna yang terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih sulit dipahami dari puisi yang pertama dan kedua. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Kemudian terdapat juga kata yang tidak sesuai dengan tata bahasa sehingga menghilangkan nilai estetik dari KBBI seperti kata sekedar -> sekadar, mantram -> mantra.

 

Untuk melihat dan mengunduh puisi yang berjudul “ Idul Fitri” karya Sutadji Calzoum Bachri, dapat diakses di laman berikut ini: https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/ 

Sabtu, 24 April 2021

TAFSIR CERPEN “SULASTRI DAN EMPAT LELAKI” DALAM BERBAGAI DIMENSI, KARYA M. SHOIM ANWAR

         Sulastri, nama yang diciptakan dengan khas kejawen diperuntukkan untuk seorang wanita berambut panjang pada tokoh utama cerpen tersebut. Sebuah nama berasal dari bahasa Jawa yang berarti  isteri dewa, nama bunga dan pohonnya. Melambangkan pesona dan karisma seorang yang glamor dan ingin menjadi pusat perhatian. Seorang yang perasa, pemimpi, tulus, semangat, dan mudah jatuh cinta. Memiliki nama yang bagus akan membantu seseorang menjadi lebih percaya diri, dan lebih bersemangat untuk menjadi pribadi yang positif, serta selalu berusaha agar hidupnya dapat bermanfaat untuk banyak orang. Akan tetapi nama "Sulastri" sangat tidak mencerminkan kualitas pribadinya yang sekarang, doa orangtua dengan memberikannya ia nama tersebut sangatlah sia-sia. Kini anak yang dibanggakan semasa kecilnya dulu sedang beradu nasib dengan keputus asa an oleh ketidakwarasan negeri.

Arah hatinya tersesat karena mengalami situasi buruk, tidak tahu harus berlutut ke mana dan menceritakan semua keluhan yang ada dalam hidupnya. Tidak mungkin memberi tahu orang lain karena tidak semua memberikan solusi yang dapat menjadi jalan keluar, hatinya menyusut setiap hari. Ia sedang tidak dekat dengan Sang Pencipta, bahkan menjauhinya. Padahal, keyakinan beragama sangat penting untuk memperkuat kekuatan batinnya dalam menghadapi segala masalah yang dialami wanita bersuami dan beranak tersebut. Hiruk pikuk dunia yang semakin kacau ini, membuat ia semakin terpenjara hati dan pikirannya untuk tetap melanjutkan hidup. Masih teringat jelas cerita pada cerpen tersebut bahwa seorang polisi hendak menyelamatkan Sulasttri ketika berada di atas tanggul, namun apadaya ia tak mau dan memilih untuk menjauh. Penggambaran yang sempurna meyakinkan pembaca bahwa perempuan bernama Sulastri hendak untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena putus asa. Permintaan polisi untuk membujuknya turun selalu ditolak mentah olehnya hingga polisi tersebut kehilangan kesabaran dan meninggalkannya.

Bengawan Solo, tempat ia merenung dan mengingat kembali masa lalu yang kelam. Tempat kesengsaraan yang diberikan oleh sang suami. Ia tak sanggup mempertahankan nyawa sendiri tanpa campur tangan suami. Ya, suami yang tidak bertanggung jawab dalam hal menafkahi, karena lebih mementingkan hasrat musyrik yang sedang dijalankannya. Sulastri tersadar dalam lamunannya dan tersontak akan kedatangan yang ia sebut dengan nama Fir’aun yang hendak menyelakai Sulastri dan Musa yang berhasil menolongnya. Telah kita ketahui, Fir’aun merupakan seorang raja yang kejam pada zaman itu. Sedangkan Musa merupakan seorang Nabi dengan mukjizat yang diberikan Allah untuk menolong umat manusia berupa tongkat. Sebuah perlawanan Nabi Musa kala itu atas kekejaman raja Fir’aun dengan membelah lautan lalu menenggelamkannya sehingga raja Fir’an beserta prajurit dan pengikutnya terhanyut di dasar lautan. Kisah tersebut sangat berkaitan dengan cerpen yang ditulis oleh M. Shoim Anwar, bahwasannya dalam beragama kita harus teguh iman dan pendirian. Harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika hati dan jiwa kita sudah tertutupi oleh kegelapan namun tidak mau mencari jalan keluar dan bertobat, maka kita tidak percaya akan kekuasaan Tuhan yang sangat begitu besar. Hal itu telah digambarkan oleh seorang raja Fir’aun yang semasa hidupnya menentang ajaran yang sesat. Lain dengan Nabi Musa yang menjadi penerangan dalam kegelapan, dengan mukjizat berupa kesaktian tongkat tersebut mampu membuat umat manusia terdasar bahwa pertolongan Allah akan datang bersamaan dengan iman kita yang kembali pada jalan lurus.


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ)53() وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ )54(4

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar {39} : 53-54).

Ayat-ayat di atas menyerukan kepada semua orang yang jatuh ke dalam situasi tidak bermoral atau maksiat, baik dalam keraguan atau dosa lainnya, untuk bertaubat dan kembali kepada Allah. Tentu Allah akan mengampuni dosa siapa pun yang bertaubat dan kembali pada-Nya. Bahkan orang yang melakukan syirik jika ia bertaubat, maka ia akan diampuni. Betapa Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya. Teringat kembali berbagai kisah yang dialami oleh beberapa nabi pada zaman itu. Paus tidak memakan Nabi Yunus, laut tidak menenggelamkan Nabi Musa, pisau tidak melukai Nabi Ismail, api tidak membakar Nabi Ibrahim. Jika kita melibatkan Allah dalam semua urusan, maka Allah akan menjaga kita setiap saat.

Setiap orang memiliki kisah hidup masing-masing, terutama dalam menjadi pernikahan. Akan melewati berbagai ujian demi ujian, baik faktor ekonomi, kesehatan, hubungan dengan keluarga. Bagi yang berhasil melampauinya, bisa jadi hubungan terlihat semakin kokoh dalam bahtera rumah tangga.

“Tanam tembakau di tepi bengawan makin tak berharga. Dipermainkan pabrik rokok. Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”

“Kau bukan Siddhartha, sang pertapa Gotama dari Kerajaan Sakya yang pergi bertapa meninggalkan kemewahan. Istri dan anaknya ditinggal dengan harta berlimpah. Tapi kau meninggalkan kemelaratan untuk aku dan anak-anak!”

Orang selalu berkata bahwa uang tidak bisa membeli segalanya. Cinta dan kebahagiaan adalah dua hal yang tidak bisa diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki. Ini juga yang menyebabkan Sulastri dan suaminya banyak perselisihan dengan ingin berpisah dan mengakhiri pernikahan itu.  Ia mengeluh untuk mendapatkan kekuatan, betapa egois dan tidak bersyukurnya ia. Apa yang ia pikirkan sekarang adalah uang, uang dan uang. Bahkan ia lupa dengan kekuatan Allah dengan segala kemurahan-Nya atas segala nikmat rezeki yang tak terhingga. Teringat lantunan Sudjiwo Tejo yang berbunyi “Khawatir tidak bisa makan saja kau sudah menghina Tuhan”. Namun semua dijalani dengan iringan kerja keras dan usaha, tidak melulu membiarkan nasib kemiskinan menggerogoti kehidupan. Kemudian ia mencoba yang terbaik untuk menenangkan hati dengan mengundurkan diri, memohon pengampunan dan refleksi diri pada takdirnya. Ia merelakan apa yang bisa dilakukan sekarang sekalipun suaminya telah melakukan kemusyrikan dan menelantarkannya.

“Negeri kami miskin, Ya Musa. Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa. Kami menderita, Ya Musa. Kami tak kebagian, Ya Musa. Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa. Tolonglah saya, Ya Musa. Tolonglah saya, Ya Musa….”

Hal itu bisa dikaitkan dengan keadaan politik pada masa itu, mengapa demikian? Perkataan Sulastri seakan dunia tidak berpihak kepadanya. Politik di negeri ini sering kali memberikat peluang kepada para politikus untuk bertindak kejahatan berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah lebih mementingkan keuntungan keluarga dibanding kesejahteraan rakyat. Keserakahan politik ini akan memecah bela kesatuan negeri ini. Alangkah damai dan  indah negeri ini jika tidak ada keserakahan.

 

 

Kamis, 15 April 2021

ULASAN CERPEN “DI JALAN JABAL AL-KAABAH” DARI SEGI AGAMA DAN HUKUM, KARYA M. SHOIM ANWAR

Saat ini mengemis telah menjadi sebuah profesi pada semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa. Apalagi akibat terdampak virus Covid 19 yang sedang mewabah 1 tahun terakhir, dan semakin marak ketika bulan Ramadan menjelang hari raya. Mengapa demikian? Dikarenakan mereka para pengemis beranggapan jika masyarakat berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal sehingga menjadi kesempatan besar buat meminta-minta. Sebagian ulama berpendapat bahwa mengemis merupakan suatu upaya meminta harta orang lain untuk kepentingan pribadi, bukan karena kemaslahatan agama. Haram hukumnya ketika seseorang mengaku menjadi orang cacat demi mendapatkan seupah uang untuk melangsungkan kehidupan. Maka menurut saya, haram hukumnya dan ia akan mendapat dosa besar karena berdusta. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya. Dibenarkan dalam Islam seorang mengemis dengan keadaan-keadaan tertentu seperti menanggung beban, ditimpa musibah dan tertimpa kefakiran. Justru kehidupan beberapa pengemis saat ini dibalut dengan kemewahan rumah dan harta dari hasil jerih payahnya dalam meminta-minta. Namun, terhadap pengemis kita tidak boleh menghardiknya kecuali jika ia hendak melakukan kejahatan.

Islam merupakan agama sempurna yang menjadikan umatnya sebagai manusia yang sholeh/sholehah, pekerja keras, berusaha serta peduli terhadap orang lain. Rasulullah melarang umatnya untuk meminta-minta dan memperbolehkan menggantungkan harapan dan pertolongan hanya kepada Allah SWT diiringi dengan usaha. Dalam perspektif hukum positif, pengemis dan peminta-minta merupakan pekerjaan yang tidak layak menurut kemanusiaan dan menyimpang dari norma-norma yang berlaku, serta adanya sanksi yang diatur dalam pasal KUHP. Hal ini dilarang oleh pemerintah karena mengganggu ketertiban dan kenyamanan fasilitas umum. Juga memandirikan untuk berusaha dan semangat mencari pekerjaan yang layak dan halal tanpa putus asa. Namun tentunya pemerintah memberikan kesejahteraan juga untuk mereka.

. Kota Makkah merupakan tempat dikabulkannya semua doa, tempat paling mustajab untuk memohon ampunan dan pertolongan. Tentunya, tidak dibenarkan seorang mengemis di Tanah Suci Makkah dengan memanfaatkan datangnya kebaikan dari jamaah yang ada. Jangan sampai kita kehilangan kendali diri akibat perbuatan prasangka sehingga mengganggu ibadah dan Allah melaknat kita dengan cara membelas perbuatan tercela kita. Seharusnya tokoh Pak Dotil menjadi seorang muslim yang mulia dengan cara mandiri dan tidak mengemis. Apalagi niat awal yang baik yaitu pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah hajiWalaupun agama mewajibkan kita untuk menyisihkan sebagian uang atau harta kita kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan hadis yang menyatakan “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”namun mengemis bukan jalan terbaik.

Menurut saya pribadi, cerpen ini sangat bermanfaat untuk para pembaca, menyadarkan kita semua terhadap bagaimana definisi “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”. Bahasa yang luagas dan sederhan mampu membuat pembaca tidak kesulitan dalam memahaminya.

 



 


Jumat, 09 April 2021

Mengulas Dunia Politik dalam Cerpen “Tahi Lalat” Karya M. Shoim Anwar

Tahi Lalat

(Karya M. Shoim Anwar)

  

Salah satu karya sastra fenomenal berupa cerpen karya M. Shoim Anwar berjudul “Ada  Tahi Lalat” yang sangat berani dalam mengkritik pejabat pada permainan politik dan penipuan rakyat demi keinginan pribadi yang menggebu-gebu. Terkait kalimat pertama yang menuliskan “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” mampu membuat pembaca merasa penasaran dengan gaya bahasa yang sedikit ambigu untuk dimaknai. Hal itu didukung dengan adanya pergunjingan warga yang mengatakan “Tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri”. Siapa sangka bahwa maksud dari pergunjingan itu mengarah pada aib yang dimiliki oleh Pak Lurah beserta istrinya. Semua kalangan baik anak-anak sampai orang dewasa tahu bahwa aib apa yang sudah dilakukan keduanya. Warga pun merasa geram dengan tindakan dan kebijakan pemerintah yang seharusnya memakmurkan masyarakat akan tetapi malah menghancurkan nasib dengan menjual tanah guna untuk dijadikan perumahan. Seharusnya pemerintah sadar akan keperluan dan kebutuhan untuk mencukupi pangan masyarakat. Hal itu mungkin bisa diwujudkan dalam pengembangan lapangan pekerjaan, menjadikan tanah sebagai ladang persawahan, membuat program kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Tapi mengapa tidak pernah berniatan seperti itu? Yang ada hanyalah menghabiskan uang rakyat dan menyesengsarakannya. Janji-janji yang dilontarkan hanya omong kotor namun tidak bisa dipungkiri, pejabat lebih berwenang. Hal tersebut diungkapkan penulis mengenai dunia politik tanpa menghilangkan rasa humor dan wajar dengan beberapa gaya bahasa yang vulgar mengenai perempuan.

 

Cerpen “Tahi Lalat” karya M. Shoim Anwar ini dapak diakses melalui laman berikut:  https://lakonhidup.com/2017/02/19/tahi-lalat/

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...