Sabtu, 15 Mei 2021

SEBUAH DINAMIKA MENJEMPUT HIDAYAH DI BULAN RAMADAN DALAM MENYAMBUT IDUL FITRI

 

Pria kelahiran 24 Juni 1941 ini diberi gelar sebagai  “Presiden penyair Indonesia”. Menurut para seniman di Riau, kemampuan Soetardji laksana rajawali di langit, paus di laut yang bergelombang, kucing yang mencabik-cabik dalam dunia sastra Indonesia yang sempat membeku dan membisu setelah Chairil Anwar pergi.

Sebuah puisi karya Sutadji Calzoum Bachri yang berjudul “Idul Fitri” ini menggambarkan seorang yang sedang dalam keadaan bertaubat atas kebiasaan masa lalu yang kelam yaitu menjadi pemabuk. Dalam Islam, meminum minuman yang memabukkan adalah dosa besar. Khamr atau minuman keras (alkohol) merusak moral para peminum dan bahkan menjerumuskan mereka ke dalam kerusakan moral yang paling dalam karena alkohol benar-benar menghilangkan akal pikirannya. Kini ia mulai merasakan penyesalannya dengan cara bertaubat memohon ampunan dan memperbaiki diri secara terus menerus tanpa henti sebagai penebus dosa di masa lalunya. Rasa bersalah dan penyesalan muncul dari dalam dirinya sehingga menjadi proses evaluasi diri dan refleksi diri.

Indahnya suasana Ramadhan menjadi jalan hidayah yang dirasakan oleh seorang tokoh yang digambarkan pada puisi tersebut dengan menjalani kehidupan yang lebih baik di dunia ini dan di masa depan. Sholat malam, wirid siang malam, menanti malam lailatul qadar dengan hati ikhlas dalam usaha dalam mencapai kemenangan. Usaha yang tidak setengah-setengah mampu membuat ia sadar dan menyambut Idul Fitri dengan hati dan batin yang bersih. Ia berkeyakinan bahwa setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama dengan memastikan bahwa seluruh amal puasanya telah diterima oleh Allah, dan menjadi penghapus terhadap semua dosa yang ia lakukan sebelumnya, baik dosa besar maupun dosa kecil.

Dari puisi tersebut, banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah menjemput hidayah itu perlu untuk kembali ke jalan yang benar. Bahasa yang lugas, sederhana dan mampu dipahami semua kalangan menjadikan puisi tersebut menjadi suatu bentuk instropeksi diri kita semua. Sebuah judul “Idul Fitri” mungkin diambil sebagai bentuk penggambaran kemenangan seorang pemabuk yang bertaubat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...