Jumat, 07 Mei 2021

Keterikatan 3 Puisi Karya Mashuri (Hantu Kolam, Hantu Musim, Hantu Dermaga)

Mashuri lahir di Lamongan pada tanggal 27 April 1976. Ia terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan tradisi dan agama. Mashuri lulus dari dua pesantren di kampung halamannya. Ia menyelesaikan studinya di Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selain kegiatan pendidikannya, Mashuri juga aktif di Komunitas Teater Gapus dan Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya. Puisi, cerita pendek, esai, novel, naskah drama, sejarah lokal dan penelitian ilmiahnya telah diterbitkan di banyak surat kabar. Pada tahun 2006, Mashuri memenangkan Lomba Menulis Roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Setelah bekerja sebagai jurnalis sejak 1999 hingga 2011, ia menjadi peneliti sastra di Pusat Bahasa Jawa Timur sejak 2006.

Pada ketiga karya Mashuri tersebut, dilihat dari segi judul sangat diyakini bahwa mempunyai kesinambungan antara puisi satu dan puisi lainnya. Seperti memiliki keterikatan cerita dalam bentuk beberapa episode. Namun Ketika kita membaca secara saksama, maka terlihat jelas perbedaan isi puisi yang terkandung, walaupun ketiganya mempunyai satu topik yaitu sebuah bayangan ratapan kesedihan. Berawal dari judul yang tertulis hantu yang dimaksud dari Mashuri bukanlah mengacu pada roh yang telah meninggalkan tubuh karena kematian. Sebelumnya saya jelaskan terlebih dahulu apa itu hantu dalam kenyataannya, sehingga kita bisa membedakan perbedaan hantu dalam kehidupan manusia dengan yang dimaksud pada puisi Mashuri tersebut. Memang pada dasarnya setiap agama, peradaban, dan adat biasanya mendefinisikan hantu secara berbeda. Dalam banyak budaya, hantu tidak didefinisikan sebagai zat yang baik atau jahat. Istilah seperti setan, iblis, dan genderuwo lebih umum digunakan untuk menyebut roh jahat. Hantu sendiri sering digambarkan sebagai zat mirip manusia, meskipun ada juga cerita tentang hantu binatang. Mereka diyakini tinggal di tempat, benda, atau orang tertentu yang terhubung dengan mereka selama hidup mereka.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Kolam, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kehidupan yang terbayang oleh masa lalu dan sulit untuk melupakannya. Seseorang yang meratapi kesedihan tergambarkan oleh penggalan larik puisi tersebut:

mataku berenang
bersama ikan-ikan

maksud dari larik tersebut ialah mataku yang berenang menggambarkan sebuah tangisan berlinang air mata yang keluar ketika berdiri di pinggir sungai sehingga diibaratkan mampu membuat ikan berenang. Tidak bisa dibayangkan sebesar mana tangisan itu. Pada penggalan tersebut:

, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap

Pikirannya terpenuhi dengan beban-beban kecil yang menumpuk sehingga menjadikan beban besar dan menggelapkan isi kepalanya. Kemudian maksud dari penggalan larik puisi tersseut adalah:

tak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

Seakan-akan tidak ada lagi yang mampu membangkitkan semangat hidupnya lagi karena masih teringat luka masa lalu yang melekat di hatinya. Seketika teringat kembali  masa lalu namun itu hanyalah sebuah kenangan semata. Tidak bisa diulang, hanya bisa dikenang.

Pada puisi tersebut terdapat sebuah majas personifikasi, yakni suatu penggambaran benda mati yang iibaratkan seperti manusia seperti pada penggalan lariik “mataku berenang
bersama ikan-ikan”.
Terlihat dari penggambaran gaya bahasa yang sedikit menyulitkan para pembaca untuk menafsirkan makna yang terkandung, dikarenakan tingkat gaya Bahasa yang tinggi. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Musim, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kenangan masa lalu yang mampu membangkitkan dan menjadikan keindahan sehingga ingin mengulang kejadian itu kembali. Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa yang sedikit menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna yang terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih sulit dipahami dari puisi yang pertama. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Terdapat juga kesalahan penulisan jika ditinjau dari segi tata Bahasa. Yakni, pada larik “kerna di situ, aku mampu mengenal kembali siku” kata “kerna” seharusnya tertulis “karena” atau mungkin bisa jadi terdapat unsur kesengajaan atau bahkan bisa jadi itu sebuah typo sang penuulis web.

Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul Hantu Dermaga, sebuah puisi yang menceritakan sebuah perjuangan dalam kematiannya.  Hal ini ditandai dengan penggalan larik puisi:

serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

kematian bukan kehidupan yang berakhir, karena  masih ada kehidupan setelahnya.

Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa yang sangat menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna yang terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih sulit dipahami dari puisi yang pertama dan kedua. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Kemudian terdapat juga kata yang tidak sesuai dengan tata bahasa sehingga menghilangkan nilai estetik dari KBBI seperti kata sekedar -> sekadar, mantram -> mantra.

 

Untuk melihat dan mengunduh puisi yang berjudul “ Idul Fitri” karya Sutadji Calzoum Bachri, dapat diakses di laman berikut ini: https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...