Sabtu, 24 April 2021

TAFSIR CERPEN “SULASTRI DAN EMPAT LELAKI” DALAM BERBAGAI DIMENSI, KARYA M. SHOIM ANWAR

         Sulastri, nama yang diciptakan dengan khas kejawen diperuntukkan untuk seorang wanita berambut panjang pada tokoh utama cerpen tersebut. Sebuah nama berasal dari bahasa Jawa yang berarti  isteri dewa, nama bunga dan pohonnya. Melambangkan pesona dan karisma seorang yang glamor dan ingin menjadi pusat perhatian. Seorang yang perasa, pemimpi, tulus, semangat, dan mudah jatuh cinta. Memiliki nama yang bagus akan membantu seseorang menjadi lebih percaya diri, dan lebih bersemangat untuk menjadi pribadi yang positif, serta selalu berusaha agar hidupnya dapat bermanfaat untuk banyak orang. Akan tetapi nama "Sulastri" sangat tidak mencerminkan kualitas pribadinya yang sekarang, doa orangtua dengan memberikannya ia nama tersebut sangatlah sia-sia. Kini anak yang dibanggakan semasa kecilnya dulu sedang beradu nasib dengan keputus asa an oleh ketidakwarasan negeri.

Arah hatinya tersesat karena mengalami situasi buruk, tidak tahu harus berlutut ke mana dan menceritakan semua keluhan yang ada dalam hidupnya. Tidak mungkin memberi tahu orang lain karena tidak semua memberikan solusi yang dapat menjadi jalan keluar, hatinya menyusut setiap hari. Ia sedang tidak dekat dengan Sang Pencipta, bahkan menjauhinya. Padahal, keyakinan beragama sangat penting untuk memperkuat kekuatan batinnya dalam menghadapi segala masalah yang dialami wanita bersuami dan beranak tersebut. Hiruk pikuk dunia yang semakin kacau ini, membuat ia semakin terpenjara hati dan pikirannya untuk tetap melanjutkan hidup. Masih teringat jelas cerita pada cerpen tersebut bahwa seorang polisi hendak menyelamatkan Sulasttri ketika berada di atas tanggul, namun apadaya ia tak mau dan memilih untuk menjauh. Penggambaran yang sempurna meyakinkan pembaca bahwa perempuan bernama Sulastri hendak untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena putus asa. Permintaan polisi untuk membujuknya turun selalu ditolak mentah olehnya hingga polisi tersebut kehilangan kesabaran dan meninggalkannya.

Bengawan Solo, tempat ia merenung dan mengingat kembali masa lalu yang kelam. Tempat kesengsaraan yang diberikan oleh sang suami. Ia tak sanggup mempertahankan nyawa sendiri tanpa campur tangan suami. Ya, suami yang tidak bertanggung jawab dalam hal menafkahi, karena lebih mementingkan hasrat musyrik yang sedang dijalankannya. Sulastri tersadar dalam lamunannya dan tersontak akan kedatangan yang ia sebut dengan nama Fir’aun yang hendak menyelakai Sulastri dan Musa yang berhasil menolongnya. Telah kita ketahui, Fir’aun merupakan seorang raja yang kejam pada zaman itu. Sedangkan Musa merupakan seorang Nabi dengan mukjizat yang diberikan Allah untuk menolong umat manusia berupa tongkat. Sebuah perlawanan Nabi Musa kala itu atas kekejaman raja Fir’aun dengan membelah lautan lalu menenggelamkannya sehingga raja Fir’an beserta prajurit dan pengikutnya terhanyut di dasar lautan. Kisah tersebut sangat berkaitan dengan cerpen yang ditulis oleh M. Shoim Anwar, bahwasannya dalam beragama kita harus teguh iman dan pendirian. Harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika hati dan jiwa kita sudah tertutupi oleh kegelapan namun tidak mau mencari jalan keluar dan bertobat, maka kita tidak percaya akan kekuasaan Tuhan yang sangat begitu besar. Hal itu telah digambarkan oleh seorang raja Fir’aun yang semasa hidupnya menentang ajaran yang sesat. Lain dengan Nabi Musa yang menjadi penerangan dalam kegelapan, dengan mukjizat berupa kesaktian tongkat tersebut mampu membuat umat manusia terdasar bahwa pertolongan Allah akan datang bersamaan dengan iman kita yang kembali pada jalan lurus.


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ)53() وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ )54(4

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar {39} : 53-54).

Ayat-ayat di atas menyerukan kepada semua orang yang jatuh ke dalam situasi tidak bermoral atau maksiat, baik dalam keraguan atau dosa lainnya, untuk bertaubat dan kembali kepada Allah. Tentu Allah akan mengampuni dosa siapa pun yang bertaubat dan kembali pada-Nya. Bahkan orang yang melakukan syirik jika ia bertaubat, maka ia akan diampuni. Betapa Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya. Teringat kembali berbagai kisah yang dialami oleh beberapa nabi pada zaman itu. Paus tidak memakan Nabi Yunus, laut tidak menenggelamkan Nabi Musa, pisau tidak melukai Nabi Ismail, api tidak membakar Nabi Ibrahim. Jika kita melibatkan Allah dalam semua urusan, maka Allah akan menjaga kita setiap saat.

Setiap orang memiliki kisah hidup masing-masing, terutama dalam menjadi pernikahan. Akan melewati berbagai ujian demi ujian, baik faktor ekonomi, kesehatan, hubungan dengan keluarga. Bagi yang berhasil melampauinya, bisa jadi hubungan terlihat semakin kokoh dalam bahtera rumah tangga.

“Tanam tembakau di tepi bengawan makin tak berharga. Dipermainkan pabrik rokok. Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”

“Kau bukan Siddhartha, sang pertapa Gotama dari Kerajaan Sakya yang pergi bertapa meninggalkan kemewahan. Istri dan anaknya ditinggal dengan harta berlimpah. Tapi kau meninggalkan kemelaratan untuk aku dan anak-anak!”

Orang selalu berkata bahwa uang tidak bisa membeli segalanya. Cinta dan kebahagiaan adalah dua hal yang tidak bisa diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki. Ini juga yang menyebabkan Sulastri dan suaminya banyak perselisihan dengan ingin berpisah dan mengakhiri pernikahan itu.  Ia mengeluh untuk mendapatkan kekuatan, betapa egois dan tidak bersyukurnya ia. Apa yang ia pikirkan sekarang adalah uang, uang dan uang. Bahkan ia lupa dengan kekuatan Allah dengan segala kemurahan-Nya atas segala nikmat rezeki yang tak terhingga. Teringat lantunan Sudjiwo Tejo yang berbunyi “Khawatir tidak bisa makan saja kau sudah menghina Tuhan”. Namun semua dijalani dengan iringan kerja keras dan usaha, tidak melulu membiarkan nasib kemiskinan menggerogoti kehidupan. Kemudian ia mencoba yang terbaik untuk menenangkan hati dengan mengundurkan diri, memohon pengampunan dan refleksi diri pada takdirnya. Ia merelakan apa yang bisa dilakukan sekarang sekalipun suaminya telah melakukan kemusyrikan dan menelantarkannya.

“Negeri kami miskin, Ya Musa. Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa. Kami menderita, Ya Musa. Kami tak kebagian, Ya Musa. Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa. Tolonglah saya, Ya Musa. Tolonglah saya, Ya Musa….”

Hal itu bisa dikaitkan dengan keadaan politik pada masa itu, mengapa demikian? Perkataan Sulastri seakan dunia tidak berpihak kepadanya. Politik di negeri ini sering kali memberikat peluang kepada para politikus untuk bertindak kejahatan berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah lebih mementingkan keuntungan keluarga dibanding kesejahteraan rakyat. Keserakahan politik ini akan memecah bela kesatuan negeri ini. Alangkah damai dan  indah negeri ini jika tidak ada keserakahan.

 

 

Kamis, 15 April 2021

ULASAN CERPEN “DI JALAN JABAL AL-KAABAH” DARI SEGI AGAMA DAN HUKUM, KARYA M. SHOIM ANWAR

Saat ini mengemis telah menjadi sebuah profesi pada semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa. Apalagi akibat terdampak virus Covid 19 yang sedang mewabah 1 tahun terakhir, dan semakin marak ketika bulan Ramadan menjelang hari raya. Mengapa demikian? Dikarenakan mereka para pengemis beranggapan jika masyarakat berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal sehingga menjadi kesempatan besar buat meminta-minta. Sebagian ulama berpendapat bahwa mengemis merupakan suatu upaya meminta harta orang lain untuk kepentingan pribadi, bukan karena kemaslahatan agama. Haram hukumnya ketika seseorang mengaku menjadi orang cacat demi mendapatkan seupah uang untuk melangsungkan kehidupan. Maka menurut saya, haram hukumnya dan ia akan mendapat dosa besar karena berdusta. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya. Dibenarkan dalam Islam seorang mengemis dengan keadaan-keadaan tertentu seperti menanggung beban, ditimpa musibah dan tertimpa kefakiran. Justru kehidupan beberapa pengemis saat ini dibalut dengan kemewahan rumah dan harta dari hasil jerih payahnya dalam meminta-minta. Namun, terhadap pengemis kita tidak boleh menghardiknya kecuali jika ia hendak melakukan kejahatan.

Islam merupakan agama sempurna yang menjadikan umatnya sebagai manusia yang sholeh/sholehah, pekerja keras, berusaha serta peduli terhadap orang lain. Rasulullah melarang umatnya untuk meminta-minta dan memperbolehkan menggantungkan harapan dan pertolongan hanya kepada Allah SWT diiringi dengan usaha. Dalam perspektif hukum positif, pengemis dan peminta-minta merupakan pekerjaan yang tidak layak menurut kemanusiaan dan menyimpang dari norma-norma yang berlaku, serta adanya sanksi yang diatur dalam pasal KUHP. Hal ini dilarang oleh pemerintah karena mengganggu ketertiban dan kenyamanan fasilitas umum. Juga memandirikan untuk berusaha dan semangat mencari pekerjaan yang layak dan halal tanpa putus asa. Namun tentunya pemerintah memberikan kesejahteraan juga untuk mereka.

. Kota Makkah merupakan tempat dikabulkannya semua doa, tempat paling mustajab untuk memohon ampunan dan pertolongan. Tentunya, tidak dibenarkan seorang mengemis di Tanah Suci Makkah dengan memanfaatkan datangnya kebaikan dari jamaah yang ada. Jangan sampai kita kehilangan kendali diri akibat perbuatan prasangka sehingga mengganggu ibadah dan Allah melaknat kita dengan cara membelas perbuatan tercela kita. Seharusnya tokoh Pak Dotil menjadi seorang muslim yang mulia dengan cara mandiri dan tidak mengemis. Apalagi niat awal yang baik yaitu pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah hajiWalaupun agama mewajibkan kita untuk menyisihkan sebagian uang atau harta kita kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan hadis yang menyatakan “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”namun mengemis bukan jalan terbaik.

Menurut saya pribadi, cerpen ini sangat bermanfaat untuk para pembaca, menyadarkan kita semua terhadap bagaimana definisi “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”. Bahasa yang luagas dan sederhan mampu membuat pembaca tidak kesulitan dalam memahaminya.

 



 


Jumat, 09 April 2021

Mengulas Dunia Politik dalam Cerpen “Tahi Lalat” Karya M. Shoim Anwar

Tahi Lalat

(Karya M. Shoim Anwar)

  

Salah satu karya sastra fenomenal berupa cerpen karya M. Shoim Anwar berjudul “Ada  Tahi Lalat” yang sangat berani dalam mengkritik pejabat pada permainan politik dan penipuan rakyat demi keinginan pribadi yang menggebu-gebu. Terkait kalimat pertama yang menuliskan “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” mampu membuat pembaca merasa penasaran dengan gaya bahasa yang sedikit ambigu untuk dimaknai. Hal itu didukung dengan adanya pergunjingan warga yang mengatakan “Tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri”. Siapa sangka bahwa maksud dari pergunjingan itu mengarah pada aib yang dimiliki oleh Pak Lurah beserta istrinya. Semua kalangan baik anak-anak sampai orang dewasa tahu bahwa aib apa yang sudah dilakukan keduanya. Warga pun merasa geram dengan tindakan dan kebijakan pemerintah yang seharusnya memakmurkan masyarakat akan tetapi malah menghancurkan nasib dengan menjual tanah guna untuk dijadikan perumahan. Seharusnya pemerintah sadar akan keperluan dan kebutuhan untuk mencukupi pangan masyarakat. Hal itu mungkin bisa diwujudkan dalam pengembangan lapangan pekerjaan, menjadikan tanah sebagai ladang persawahan, membuat program kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Tapi mengapa tidak pernah berniatan seperti itu? Yang ada hanyalah menghabiskan uang rakyat dan menyesengsarakannya. Janji-janji yang dilontarkan hanya omong kotor namun tidak bisa dipungkiri, pejabat lebih berwenang. Hal tersebut diungkapkan penulis mengenai dunia politik tanpa menghilangkan rasa humor dan wajar dengan beberapa gaya bahasa yang vulgar mengenai perempuan.

 

Cerpen “Tahi Lalat” karya M. Shoim Anwar ini dapak diakses melalui laman berikut:  https://lakonhidup.com/2017/02/19/tahi-lalat/

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...