Kamis, 15 April 2021

ULASAN CERPEN “DI JALAN JABAL AL-KAABAH” DARI SEGI AGAMA DAN HUKUM, KARYA M. SHOIM ANWAR

Saat ini mengemis telah menjadi sebuah profesi pada semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa. Apalagi akibat terdampak virus Covid 19 yang sedang mewabah 1 tahun terakhir, dan semakin marak ketika bulan Ramadan menjelang hari raya. Mengapa demikian? Dikarenakan mereka para pengemis beranggapan jika masyarakat berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal sehingga menjadi kesempatan besar buat meminta-minta. Sebagian ulama berpendapat bahwa mengemis merupakan suatu upaya meminta harta orang lain untuk kepentingan pribadi, bukan karena kemaslahatan agama. Haram hukumnya ketika seseorang mengaku menjadi orang cacat demi mendapatkan seupah uang untuk melangsungkan kehidupan. Maka menurut saya, haram hukumnya dan ia akan mendapat dosa besar karena berdusta. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya. Dibenarkan dalam Islam seorang mengemis dengan keadaan-keadaan tertentu seperti menanggung beban, ditimpa musibah dan tertimpa kefakiran. Justru kehidupan beberapa pengemis saat ini dibalut dengan kemewahan rumah dan harta dari hasil jerih payahnya dalam meminta-minta. Namun, terhadap pengemis kita tidak boleh menghardiknya kecuali jika ia hendak melakukan kejahatan.

Islam merupakan agama sempurna yang menjadikan umatnya sebagai manusia yang sholeh/sholehah, pekerja keras, berusaha serta peduli terhadap orang lain. Rasulullah melarang umatnya untuk meminta-minta dan memperbolehkan menggantungkan harapan dan pertolongan hanya kepada Allah SWT diiringi dengan usaha. Dalam perspektif hukum positif, pengemis dan peminta-minta merupakan pekerjaan yang tidak layak menurut kemanusiaan dan menyimpang dari norma-norma yang berlaku, serta adanya sanksi yang diatur dalam pasal KUHP. Hal ini dilarang oleh pemerintah karena mengganggu ketertiban dan kenyamanan fasilitas umum. Juga memandirikan untuk berusaha dan semangat mencari pekerjaan yang layak dan halal tanpa putus asa. Namun tentunya pemerintah memberikan kesejahteraan juga untuk mereka.

. Kota Makkah merupakan tempat dikabulkannya semua doa, tempat paling mustajab untuk memohon ampunan dan pertolongan. Tentunya, tidak dibenarkan seorang mengemis di Tanah Suci Makkah dengan memanfaatkan datangnya kebaikan dari jamaah yang ada. Jangan sampai kita kehilangan kendali diri akibat perbuatan prasangka sehingga mengganggu ibadah dan Allah melaknat kita dengan cara membelas perbuatan tercela kita. Seharusnya tokoh Pak Dotil menjadi seorang muslim yang mulia dengan cara mandiri dan tidak mengemis. Apalagi niat awal yang baik yaitu pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah hajiWalaupun agama mewajibkan kita untuk menyisihkan sebagian uang atau harta kita kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan hadis yang menyatakan “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”namun mengemis bukan jalan terbaik.

Menurut saya pribadi, cerpen ini sangat bermanfaat untuk para pembaca, menyadarkan kita semua terhadap bagaimana definisi “Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”. Bahasa yang luagas dan sederhan mampu membuat pembaca tidak kesulitan dalam memahaminya.

 



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...