Mashuri lahir di Lamongan pada tanggal 27 April
1976. Ia terlibat dalam hal-hal yang berkaitan dengan tradisi dan agama.
Mashuri lulus dari dua pesantren di kampung halamannya. Ia menyelesaikan
studinya di Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selain
kegiatan pendidikannya, Mashuri juga aktif di Komunitas Teater Gapus dan Forum Studi
Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya. Puisi, cerita pendek, esai, novel,
naskah drama, sejarah lokal dan penelitian ilmiahnya telah diterbitkan di
banyak surat kabar. Pada tahun 2006, Mashuri memenangkan Lomba Menulis Roman
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Setelah bekerja sebagai jurnalis sejak 1999
hingga 2011, ia menjadi peneliti sastra di Pusat Bahasa Jawa Timur sejak 2006.
Pada ketiga karya Mashuri tersebut, dilihat dari
segi judul sangat diyakini bahwa mempunyai kesinambungan antara puisi satu dan
puisi lainnya. Seperti memiliki keterikatan cerita dalam bentuk beberapa episode.
Namun Ketika kita membaca secara saksama, maka terlihat jelas perbedaan isi puisi
yang terkandung, walaupun ketiganya mempunyai satu topik yaitu sebuah bayangan ratapan
kesedihan. Berawal dari judul yang tertulis hantu yang dimaksud dari Mashuri
bukanlah mengacu pada roh yang telah meninggalkan tubuh karena kematian. Sebelumnya
saya jelaskan terlebih dahulu apa itu hantu dalam kenyataannya, sehingga kita
bisa membedakan perbedaan hantu dalam kehidupan manusia dengan yang dimaksud
pada puisi Mashuri tersebut. Memang pada dasarnya setiap agama, peradaban, dan
adat biasanya mendefinisikan hantu secara berbeda. Dalam banyak budaya, hantu
tidak didefinisikan sebagai zat yang baik atau jahat. Istilah seperti setan,
iblis, dan genderuwo lebih umum digunakan untuk menyebut roh jahat. Hantu
sendiri sering digambarkan sebagai zat mirip manusia, meskipun ada juga cerita
tentang hantu binatang. Mereka diyakini tinggal di tempat, benda, atau orang
tertentu yang terhubung dengan mereka selama hidup mereka.
Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul
Hantu Kolam, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kehidupan yang terbayang oleh
masa lalu dan sulit untuk melupakannya. Seseorang yang meratapi kesedihan tergambarkan
oleh penggalan larik puisi tersebut:
mataku berenang
bersama ikan-ikan
maksud
dari larik tersebut ialah mataku yang berenang menggambarkan sebuah tangisan berlinang
air mata yang keluar ketika berdiri di pinggir sungai sehingga diibaratkan mampu
membuat ikan berenang. Tidak bisa dibayangkan sebesar mana tangisan itu. Pada penggalan
tersebut:
, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap
Pikirannya terpenuhi dengan
beban-beban kecil yang menumpuk sehingga menjadikan beban besar dan
menggelapkan isi kepalanya. Kemudian maksud dari penggalan larik puisi tersseut
adalah:
tak ada kecipak yang
bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama
Seakan-akan
tidak ada lagi yang mampu membangkitkan semangat hidupnya lagi karena masih
teringat luka masa lalu yang melekat di hatinya. Seketika teringat kembali masa lalu namun itu hanyalah sebuah kenangan
semata. Tidak bisa diulang, hanya bisa dikenang.
Pada puisi tersebut terdapat sebuah majas personifikasi,
yakni suatu penggambaran benda mati yang iibaratkan seperti manusia seperti
pada penggalan lariik “mataku berenang
bersama ikan-ikan”. Terlihat dari penggambaran gaya bahasa yang sedikit
menyulitkan para pembaca untuk menafsirkan makna yang terkandung, dikarenakan tingkat
gaya Bahasa yang tinggi. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih indah
dan berkesan.
Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul
Hantu Musim, sebuah puisi yang menceritakan sebuah kenangan masa lalu yang
mampu membangkitkan dan menjadikan keindahan sehingga ingin mengulang kejadian
itu kembali. Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa yang
sedikit menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna yang
terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih sulit
dipahami dari puisi yang pertama. Namun, hal ini justru membuat puisi itu lebih
indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Terdapat juga kesalahan
penulisan jika ditinjau dari segi tata Bahasa. Yakni, pada larik “kerna di
situ, aku mampu mengenal kembali siku” kata “kerna” seharusnya tertulis “karena”
atau mungkin bisa jadi terdapat unsur kesengajaan atau bahkan bisa jadi itu
sebuah typo sang penuulis web.
Puisi pertama dari karya Mashuri yang dianalisis yaitu berjudul
Hantu Dermaga, sebuah puisi yang menceritakan sebuah perjuangan dalam
kematiannya. Hal ini ditandai dengan
penggalan larik puisi:
serpu ruh yang terjungkal,
aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal
kematian bukan kehidupan yang berakhir, karena masih ada kehidupan setelahnya.
Pada puisi tersebut terdapat sebuah penggambaran gaya bahasa
yang sangat menyulitkan para pembaca atau orang awam untuk menafsirkan makna
yang terkandung karena memiliki tingkat gaya bahasa yang tinggi, bahkan lebih
sulit dipahami dari puisi yang pertama dan kedua. Namun, hal ini justru membuat
puisi itu lebih indah dan berkesan bagi kalangan para sastrawan. Kemudian terdapat
juga kata yang tidak sesuai dengan tata bahasa sehingga menghilangkan nilai
estetik dari KBBI seperti kata sekedar -> sekadar, mantram -> mantra.
Untuk melihat dan mengunduh
puisi yang berjudul “ Idul Fitri” karya Sutadji
Calzoum Bachri, dapat diakses di laman berikut ini: https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/