Jumat, 19 Maret 2021

 

ULAMA DURNA NGESOT KE ISTANA

           Puisi :  M. Shoim Anwar

 

Puisi adalah sejenis karya sastra yang dihasilkan oleh ekspresi dan perasaan bahasa seseorang. Segi bahasanya terkait dengan ritme, dimensi, komposisi. Isi puisi mengandung makna yang sangat indah dan berbeda-beda sehingga banyak orang yang tertarik pada puisi.

Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah

 

Ketika membaca puisi "Ulama Durna Ngesot ke Istana" salah satu karya dari penulis tersohor M. Shoim Anwar, kita akan diajak menjelajahi dinamika kehidupan. Pada bagian pertama, penggambaran seorang yang mengaku sebagai kepercayaan masyarakat dengan kebenarannya, namun tidak sesuai dengan apa yang dilakukan pada kenyataan. Hal ini terbukti dengan kalimat baris pertama puisi tersebut “sebuah panggung di negeri sandiwara” . Seakan-akan negeri itu sedang tidak dalam baik-baik saja. Dibuktikan pada kalimat baris kedua dan ketiga, kata Durna (dalam perwayangan disebut Drona atau Dorna) tersebut sengaja diselipkan untuk menggambarkan seorang yang berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicara, tetapi kecerdikan dan kesaktian yang luar biasa ketika berperang. Berlindung pada ayat dan kitab demi kemenangan pribadi agar tetap berdiri kokoh tanpa memikirkan rakyat

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara

 

Penulis menegaskan lagi pada bait kedua yang berbunyi “ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya”, kata marwah yang berarti kehormatan itu diserahkan setelah kedudukan apa yang diembannya. Kemudian terdapat orang yang pandai biacara dan banyak akal bermaksud untuk hendak mencelakai, watak tersebut digambarkan oleh tokoh Sengkuni dengan beberapa pengikutnya. Menyerahkan diri tidak untuk  kalah tetapi menjatuhkan orang lain agar ia tetap berdiri kokoh diatas penderitaan orang lain.

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa

adakah ia hendak menyulut api baratayuda

para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah

tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula

porak poranda dijajah tipu daya

oh tahta dunia yang fana

para begundal mengaku dewa-dewa

sambil menuding ke arah kawula

seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah


Pada bait ketiga, diperkenalkannya bagaimana watak Durna sebagai seorang ulama, melakukan yang terbaik untuk mewujudkan keinginannya. Kata-kata ulama selalu bertebaran dalam himne dan tidak lagi dipercaya, Baginya himne adalah alat yang harus digunakan semaksimal mungkin untuk mempercepat kemampuannya.

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda

 

Pada bagian keempat, penulis memaparkan tentang ulama yang digambarkan oleh tokoh Durna yang pernah dijadikan umpan pemerintah ketika berganti posisi, namun hasilnya nihil, atau bisa dikatakan justru mengalami kegagalan. Ini adalah hasil yang telah dia lakukan sejauh ini.

                                                                                                                       

Puisi ciptaan M. Shoim Anwar di atas, jika diwujudkan dalam kondisi sekarang, adalah politik dalam negeri, di mana ulama atau sekedar ulama teladan tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan politik di lembaga pemerintahan sehingga menarik perhatian publik dengan kepentingan pribadi penguasa. Hal yang sama berlaku untuk ulama sejati atau ulama, seorang ulama yang hanya menjual kitab suci hari ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...