Kamis, 25 Maret 2021

Menelaah puisi "Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah" karya Shoim Anwar

Puisi merupakan sesuatu yang dituliskan oleh penulis dengan mengekspresikan pemikiran, dan perasaan kedalam bentuk karya tulis. Seperti juga yang dilakukan oleh Shoim Anwar dalam menulis puisi yang berjudul Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”,  kita akan berselancar mengarungi sebuah cakrawala kehidupan. Pada bait pertama puisi menceritakan ulama  Abiyasa yang benar-benar menjadi seorang ulama. Ulama yang dimuliakan oleh banyak orang. Ulama yang tidak tergoda oleh bujuk rayu dunia dan tidak takut dengan jalan kebenaran yang dipilinya. Hal tersebut dapat dibuktikan pada bari pertama “Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia” menggambarkan seorang ulama Abiyasa yang dianggap guru dan dimuliakan banyak orang dan dianggap sebagai penuntun jalan. Pada baris ke dua adalah penguat bagaimana seorang ulama Abiyasa menjadi panutan oleh pengikutnya. Pada baris ke tiga menjelakan bahwa ia adalah ulama yang berpegang teguh pada ilmu dan kebenaran. Sehingga ia tidak kepincut dengan yang bersifat keduniawian. Sedangkan bari empat sampai enam membuktian ulama Abiyasa tidak dengan segala hal yang bersifat keduniawian dan tidak pernah takut dengan apapun kalau dalam keadaan benar

Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

Panutan para kawula dari awal kisah

Ia adalah cagak yang tegak

Tak pernah silau oleh gebyar dunia

Tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

Tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

Tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

Tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

Pada bait ke dua penulis menekankan pada baris sembilan “Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah” pada baris tersbut mengambarkan ulama Abiyasa menselaraskan hati dan ucapannya sehingga tidak menyakiti atau menghasilkan hal-hal yang tidak baik. Kerena ketika seseorang mampu menselasraskan hati dan lidah(ucapan) menjadi orang yang akan dipercaya dan dihormati. Pada baris ke sepuluh menggambarkan kehoramatan haruslah dijaga dengan baik. Baris berikutnya untuk mencapai sebuah kehormatan dan menjaga kehormatan digambarkan dengan bertutur kata haruslah dengan baik dan tidak menyakiti orang lain. Sedangkan bait dua belas dan tiga belas menjelaskan untuk dihormati tidak perlu dan tidak sepatutnya menggunakan kekerasan/menyakiti. Cukuplah dengan berbuat bijaksana dalam bersikap, bertutur kata, dan bijaksana dalam melakukan segala sesuatu.

Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

Marwah digenggam hingga ke dada

Tuturnya indah menyampaikan aroma bunga

Senyumnya merasuk hingga sukma langkahnya menjadi panutan bijaksana

Kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata

Pada bait ke tiga penulis menekankan pada baris ke empat belas dan lima belas “Ulama Abiyasa bertitah. Para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya” pada kedua baris tersebut menggambarakan bagaimana dihormatinya Ulama Abiyasa. Ketika ia sudah bersabda atau mengatakan sesuatu semua orang akan tunduk, hormat dan melaksanakan sesuai apa yang dikatakannya. Tidak terkecuali sekalipun Raja dan Penguasa tetap akan hormat dengan apa yang sudah diucapkannya. Baris seterusnya membuktikan bahwa seorang ulama berdiri diatas segala-galanya. Tidak mampu diperdaya untuk segelintir kepentingan. Tiap kata atau ayat suci yang keluar dari dalam mulutnya adalah murni demi kebaikan. Tidak untuk jabatan apapun, tidak untuk kepentingan apapun, dan sekalipun itu kepentingan penguasa. Ia tidak membutuhkan semua itu. Ulama berdaulat ulama Abiyasa.

Ulama Abiyasa bertitah

Para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

Tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

Menjadikan sebagai pengumpul suara

Atau didudukan di kursi untuk dipajang di depan massa

Diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

Agar tampak sebagai barisan ulama

Ulama Abiyasa tidak membutuhkan itu semua

Datanglah jika ingin menghaturkan sembah

Semua diterimah dengan senyum memesona

Jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

Sebab ia lurus apa adanya

Mintalah arah dan jalan sebagai amanah

Bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

Tapi dilaksanakan sepenuh langkah

                                                           Desember 2020

Ketika membicarakan makna keseluruhan puisi Ulama Abiyasa tidak pernah minta jatah karya Shoim Anwar bermakna ulama yang perpegang teguh pada ilmu yang diperlajarinya. Artinya ketika diberi gelar seorang ulama sudah sepatutnya segala tindak laku haruslah mencerminkan sebagai seorang ulama. Ulama yang tidak tergoda dengan segala sesuatu bersifat duniawi dan berpegang teguh atas dari ilmu atau akhida agama.

Jika dihubungkan dengan masa sekarang Ulama Adiyasa sungguh sosok yang diidam-idamkan. Coba tengok banyak sekali orang yang diberi gelar{mengaku) sebagai ulama memanfaatkan gelar tersebut demi kepentingannya. Demi komersil, uang, tahta, dan sebagainya. Tiap kata yang mereka katakan tidak menyejukan cenderung menyakiti. Tapi bukan berarti tidak ada tokoh Ulama seperti Ulama Abiyasa. Ada dan banyak. Mereka yang berdakwah dari kampung ke kampung, kota ke kota, dan mereka yang jarang di sorot televisi. Mereka yang benar-benar berdakwa dengan tutur kata yang menyejukan. Mereka yang jarang masuk/disorot televisi. Mereka ada dan bergerak dalam kesunyian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eksistensi Perempuan Pada 5 Cerpen Karya M. Shoim Anwar

  Cerpen pertama yang berjudul “Sorot Mata Syaila”, menceritakan sebuah peristiwa kasus korupsi uang negara yang dilakukan oleh tokoh yang b...